Selasa, 04 Maret 2014

Otonomi Pancasila Kabupaten Bogor



Sebelum terjadinya reformasi, tepatnya pada era orde baru sistem pemerintahan di Indonesia bersifat sentralisitik (sentralisasi). Dalam  sistem pemerintahan yang bersifat sentralisasi pengaturan pemerintahan berada di pemerintah pusat, sedangkan pemerintah daerah hanya bertindak sebagai eksekutor dalam perencanaan yang ditetapkan oleh pemerintah pusat. Dampak dalam sistem pemerintahan ini, berujung pada ketidakmerataan pembangunan yang terjadi di pusat dan di daerah. Hal ini lah penyebab terjadinya dorongan yang sangat kuat dari berbagai pihak agar dibentuknya peraturan tentang otonomi daerah.

Otonomi daerah menjadi sebuah tuntutan dalam perjalanan reformasi di Indonesia. Kurang lebih satu tahun setelah terjadinya reformasi tepatnya pada tahun 1999, para anggota dewan di senayan mengetuk palu atas pengajuan draf  Undang-undang No. 22 tahun 1999 (tentang pemerintah daerah) dan Undang-undang No. 25 tahun 1999 (tentang perimbangan keuangan). Selanjutnya, berdasarkan pertimbangan yang mengacu pada Pancasila (sebagai dasar negara) maka UU No. 22 tahun 1999 diganti menjadi UU No. 32 tahun 2004 tentang otonomi daerah.

Pancasila sebagai dasar Negara Indonesia mengambarkan kondisi dan visi negara. Dimana, keberagaman yang dimiliki menjadi modal penting untuk mencapai kesejahteraan bersama tanpa terkecuali masyarakat yang miskin. Hal ini lah yang menjadi track dalam perjalanan otonomi daerah di negeri ini. Akan tetapi sangat disayangkan jika dalam perjalanan otnomi daerah, pengembangan potensi-potensi daerah hanya dapat dinikmati oleh beberapa golongan saja.

Kabupaten Bogor merupakan daerah yang memiliki tanah yang subur, tidak heran jika daerah ini mengandalkan sektor pertanian sebagai salah satu penopang perekonomian bagi masyarakatnya. Pada tahun 2013 terdapat 50.756  rumah tangga petani yang menggantungkan hidup di sektor pertanian. Jumlah ini sangat kecil jika dibandingkan tahun 2006 (sebelum undang-undang otonomi daerah diberlakukan) yaitu sebesar 255.224 RTP (BPS Kab. Bogor).

Jumlah RTP di Kabupaten Bogor yang berkurang disebabkan banyaknya petani yang beralih ke sektor lain. Kebanyakan lahan yang dikelola petani tersebut beralih fungsi dari lahan pertanian menjadi lahan industri dan jasa yang dibangun untuk kpentingan pemodal-pemodal besar. Berdasarkan data statistik luas lahan pertanian di daerah ini pada tahun 2010 sebesar 48. 484 hektare. Akan tetapi luas tersebut lebih kecil dibandingkan luas lahan pertanian Kabupaten Bogor pada tahun 2006 yaitu sebesar 65.000 hektar (BPS Kab. Bogor). Keseriusan pemerintah daerah menjadi ‘kunci’ pembangunan pertanian di daerah ini.

Alokasi pembangunan untuk sektor pertanian di Kabupaten Bogor sangatlah kecil. Dalam Rancangan Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Kabupaten Bogor, dana yang dialokasikan untuk pertanian dan kehutanan hanya sebesar Rp. 45.702.645.000. Jumlah ini sangat kecil jika dibandingkan dengan total RKPD 2013 yang mencapai Rp. 2.531.237.850.119 atau hanya kekitar 1,8 persen. Menjadi hal wajar ketika para petani-petani kecil yang mempunyai modal kecil relatif sulit untuk mencapai ‘kata sejahtera’.

Menurut Sahara (Dosen Ilmu Ekonomi Institut Pertanian Bogor) dalam acara Hipotex-R 2013 menyatakan bahwa sektor pertanian merupakan sektor yang penting dalam pembangunan perekonomian Indonesia. Karena pada sektor pertanian dapat menimbulkan multiplier effects (pemacu timbulnya kegiatan perekonomian lain) yang lebih besar dibandingkan sektor lainnya termasuk industri manufaktur. Multiplier effects pada sektor pertanian akan memacu tumbuknya kegiatan ekonomi di sektor lain. Seluruh masyarakat akan merasakan efek dari kegiatan perekonomian dibidang pertanian, baik itu masyarakat yang bermodal kecil maupun masyarakat bermodal besal. Beberapa sektor yang timbul dari kegiatan perekonomian ini, diantaranya industri pengolahan bahan pertanian, industri pengangkutan, UKM, pariwisata, dll.

Begitu banyak keuntungan yang akan didapatkan Kabupaten Bogor jika pemerintah daerah (pemda)berfokus untuk mengembangkan sektor pertanian.  Sangat disayangkan jika pemda  tetap enggan membangun pertanian sebagai ‘motor’ utama dalam perekonomianan wilayahnya. Pemda Kabupaten Bogor hanya  berfokus pada pembangunan infrastruktur jalan raya yang sebagian besar digunakan oleh mobil-mobil masyarakat yang kaya truk-truk industri manufaktur. Sedangkan hampir tidak terlihat pembangunan infrastruktur pertanian misalnya irigasi dan aduk untuk lahan pertanian. Hanya kelompok-kelompok pemodal besar dan orang kaya lah yang dapat menikmati keuntungan dari pembangunan ini. Sedangkan kelompok masyarakat kecil akan terus berputar otak untuk mencapai kesejahteraannya.

Pada akhirnya, otonomi yang dibentuk oleh wakil rakyat Indonesia semakin jauh dari koridor Pancasila.



Ditulis Oleh: Pangrio Nurjaya


Sumber-Sumber Terkait :

·         RKPD-Kabupaten Bogor 2013
·         http://m.poskotanews.com
·         http://bandungnewsphoto.com
·         http://psp3.ipb.ac.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar