Jumat, 31 Januari 2014

Komunis

   Di tembok jalan kala saya masih belum genap dua belas tahun, saya melihat gambar palu dan arit, lalu diberitahu saya oleh seseorang dijalan itu untuk jangan sesekali menggambar itu di sembarang tempat, berbahaya katanya. Dan alkisah saya diberitahu oleh orang yang saya tuakan kala saya masih kecil, janganlah saya menyanyikan atau mengetahui lagu genjer-genjer, berbahaya katanya. Dari hari itu pula, saya seolah menutup diri dari apapun yang berbau genjer-genjer dan palu arit. Tapi ketertutupan diri saya berlangsung hanya hitungan bulan, setelah itu saya mencoba berkenalan dengan paham komunis.

Komunis, paham yang seringkali orang tertukar dengan atheis. Saya pun termasuk salah satu dari kebanyakan orang tersebut awalnya. Komunis bagaikan sebuah libido kemarahan yang sudah menggumpal dari eksploitasi kapitalis yang dirasa semakin merugikan. Komunis sebenarnya murni sebagai ideologi politik dan ekonomi. Karl Marx adalah bapak dari lahirnya ideologi komunis dan Das Kapital adalah buku landasannya.

Palu dan Arit bukan simbol kebengisan alat untuk membunuh, melainkan jauh dari itu, simbol itu digunakan untuk merepresentasikan kaum kaum buruh yang ditindas oleh borjuis. Soviet dan Cina adalah nama yang terpikir, kalau ada yang bertanya siapa yang paling fasih menerapkan paham komunis. Indonesia punya catatan buruk dengan komunis, dengan peristiwa G30SPKI-nya. Tidak hanya itu, tan malaka yang notabene perancang indonesia inipun adalah seorang komunis yang berkompatriot dengan lenin dan stalin, pada awalnya. Soekarno pun jatuh karena isu kedekatannya dengan komunis.

Tapi apakah komunisme semenakutkan itu di zaman sekarang? Saya rasa jawabannya jelas tidak. Komunisme di zaman sekarang adalah sebuah amarah yang telah padam, sebuah paham yang menjual utopis utopis yang tidak pernah menjadi nyata. Marx pernah bilang, bahwa kapitalisme adalah ideologi yang sudah rapuh dari dalam, tapi waktu berbicara kalau negara negara komunis hancur, terbukti pecahnya unisoviet menjadi beberapa negara bagian. Cina pun, di era deng xiaoping mengadopsi perekonomian pasar yang akhirnya membawa cina ke kemahsyuran ekonominya.

Masih haruskah komunis ditakuti di era sekarang? Saya rasa tidak, neo imperialisme bersama regulasi dan deregulasinya lah yang sekarang menjadi hantu kasat mata di negara berkembang. Ataukah komunisme sekarang sedang padam untuk sementara, menunggu ada pemantik api guna menyalakan kembali panas ideologinya. 

Saya rasa pemantik itu sedang disembunyikan secara halus oleh para kapitalis dan borjuis.


Ditulis oleh: Muhamad Rifki Maulana

Tidak ada komentar:

Posting Komentar