Apabila
dilihat dari bentuk pemerintahannya, politik di sebuah negara dapat dibedakan
menjadi bentuk pemerintahan sipil dan militer. Bentuk pemerintahan ini
ditentukan oleh gaya kepemimpinan di sebuah negara tersebut. Untuk Indonesia
sendiri, pergulatan antar ranah sipil dan militer ini telah lama berlangsung
dan menghasilkan supremasi antar keduanya. Pergulatan tersebut dimulai dengan
kepemimpinan Orde Lama Soekarno dan Orde Baru Soeharto yang dikenal dengan
SUPERSEMAR-nya. Pada waktu itu kepemimpinan Soekarno dirasa tidak dapat menjaga
stabilitas negara dan akhirnya militer merasa harus ikut campur tangan dalam
dunia pemerintahan untuk meredam pergerakan Partai Komunis Indonesia (PKI) yang
pergerakannya sudah mulai radikal. Akhirnya Soeharto muncul dengan Orde Barunya
dan berhasil meredam aksi PKI tersebut dan bertahan selama kurang lebih 3
dekade di Indonesia.
- Soekarno & Soeharto (Sumber : Google Images)-
Dalam kurun waktu tersebut Soeharto
dapat bertahan dengan gaya pemerintahan “tangan besi”-nya dan berhasil
memperkuat keberadaan militer di pemerintahan dengan Dwi Fungsi ABRI-nya.
Dengan begitu kestabilan negara Indonesia pada waktu itu dapat bertahan dari
ancaman luar negeri bahkan gerakan dalam negeri. Yang pada akhirnya kestabilan
negara pada waktu itu harus runtuh oleh munculnya krisis moneter sepanjang
tahun 90-an dan berhasil melengserkan Soeharto dari kursi pemerintahannya.
Setelah runtuhnya era pemerintahan
militernya Soeharto tersebut, pemerintahan sipil muncul kembali dengan
munculnya beberapa presiden yang berasal dari kalangan sipil di Indonesia yaitu
BJ Habiebie, Abdurrahman Wahid serta Megawati Soekarno Putri. Tetapi sayangnya
era pemerintahan sipil tersebut tidak dapat bertahan lama seperti era Soeharto.
Ketika mulai era pemilu (pemilihan umum) pertama yaitu pada tahun 2004, muncul
sosok SBY sebagai presiden Indonesia. Ini menandakan bergulirnya pemerintahan
sipil menjadi militer kembali. Dari kelima capres dan cawapres yang lolos yaitu
SBY-JK, Mega-Hasyim, Amien-Siswono, Wiranto-Wahid, Hamzah-Agum, hanya 2
capres-cawapres yang murni mengusung pemerintahan sipil sedangkan sisanya
adalah gabungan antara sipil-militer.
Pada pemilu tahun 2009 komposisi
sipil-militer ini kembali muncul dengan 3 capres-cawapres yang lolos yaitu
SBY-Boediono, Mega-Prabowo dan JK-Wiranto dan kembali memenangkan SBY-Boediono
sebagai presiden dan wakil presiden sampai sekarang. Nampaknya meskipun Dwi
Fungsi ABRI sudah tidak berlaku lagi tapi peran militer di pemerintahan masih
kuat. Sampai sekarang dengan akan dilangsungkannya pemilu 2014, capres/cawapres
dari latar belakang militer masih bertahan dengan munculnya sosok Wiranto dan
Prabowo. Tetapi ada yang menarik pada pemilu 2014 ini. Meskipun kemungkinan
Prabowo untuk menjadi presiden kuat tetapi ada saingan terberatnya yang berasal
dari kalangan sipil yaitu Jokowi. Dan apabila dilihat dari komposisi yang akan
digunakan Jokowi dalam pemerintahannya, nampaknya Jokowi tidak akan memilih
cawapres dari latar belakang militer apabila dilihat dari isu koalisi saat ini.
Munculnya sosok Jokowi yang dengan waktu
cepat dikenal dan dipuji oleh rakyat dengan gaya egaliter dan blusukannya
berhasil membawa Jokowi dari awalnya Walikota Solo, Gubernur DKI Jakarta,
sampai sekarang menjadi capres sepertinya menjadi momentum berakhirnya
ketergantungan (dependensia) rakyat terhadap pemerintahan militer di Indonesia,
terlepas dari faktor lain yang melatarbelakanginya. Itupun dengan asumsi Jokowi
memenangi Pemilu 2014 ini dan berhasil mengalahkan Prabowo dan capres-cawapres
lainnya. Tetapi setidaknya embrio-embrio paradigma masyarakat tentang
pemerintah tidak harus selalu bergaya militer nampaknya sudah mulai tumbuh. Tetapi
apabila Jokowi nantinya menang dan tidak berhasil menjaga stabilitas negara
seperti era reformasinya BJ Habibie, Gusdur, dan Megawati mungkin saja
embrio-embrio yang mulai tumbuh itu bisa mati kembali dan pemerintahan militer
muncul kembali.
- Jokowi & Prabowo (Sumber : Google Images) -
Menarik memang, supremasi antara sipil
dan militer yang saat ini sedang berlangsung akan menentukan gaya pemerintahan
Indonesia kedepannya. Bila dihubungkan dengan era globalisasi yang mana peran
pemerintahan dibatasi, mungkin pemerintahan militer kurang cocok dengan isu
tersebut. Tetapi siapa tau ada proses dinamika dan revolusi gaya pemerintahan
militer kedepannya dalam menyesuaikan dengan era globalisasi. Kita nantikan
saja kedepannya, mana yang akan muncul. Apakah bentuk pemerintahan sipil yang
akan muncul dan rakyat sudah tidak tergantung pada pemerintahan militer? Atau
rakyat masih tergantung pada pemerintahan militer? Atau mungkin rakyat tidak
peduli bentuk pemerintahan apa yang akan muncul, yang penting rakyat sejahtera
dan pancasila dapat ditegakkan dengan benar???
Ditulis oleh : Khoerul Imam Fatwani - Pengurus HMI Cabang Bogor