Atmosfer yang masih
sama setelah hari kemerdekaan Republik Indonesia yang ke 69, dimana keceriaan
dan kegembiraan kompak dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia dari tanah Aceh
sampai Papua. Hari kemerdekaan merupakan hari yang amat bersejarah bagi bangsa
indonesia dimana bangsa ini akhirnya bisa bebas merdeka dari penjajahan.
Merupakan kado yang
teristimewa pada HUT Republik Indonesia yang ke 69 ini yaitu karena telah
lahirnya sosok pemimpin baru yang akan membawa bangsa ini ke era perubahan yang
lebih maju lagi. Ngomong-ngomong bicara tentang sosok pemimpin baru, memori
saya teringat mengenai pemimpin dan filosofi lima jari.
Suatu malam saya
teringat oleh cerita bapak saya, mengenai filosofi pemimpin sudah ada di dalam
tubuh setiap manusia yang tergambar
dalam lima jari yang dimiliki manusia, yaitu Ibu jari menggambarkan bahwa
pemimpin harus melayani seperti ibu, Jari Telunjuk pemimpin harus mengarahkan
yang dipimpinya, Jari tengah menandakan bahwa pemimpin harus berada di tengah
yang berarti tidak memihak dalam mengambil keputusan, Jari manis yang selalu
dihiasi dengan perhiasan menandakan
bahwa pemimpin harus apik dalam berpenampilan, serta Jari kelingking yang biasa digunakan untuk
membersihkan bagian tubuh tertentu menandakan
bahwa pemimpin harus bersih dari tindakan yang melanggar hukum dan tata
aturan yang berlaku.
Miris rasanya mendengar
berita mengenai masalah korupsi di Indonesia yang telah menjadi first of crime di negeri ini penyakit itu telah menjamur seperti penyakit kanker
yang menjamur sangat cepat pertumbuhan selnya, dan harus cepat dan sedini
mungkin dibrantas sampai ke akar. Sehingga, diperlukan andilnya Komisi
Pemberantasan Korupsi untuk mengorek serta menangani setiap kasus korupsi di
negeri ini. KPK yang merupakan badan independent
bukan dibawah presiden kedudukannya, dan tidak di interfensi oleh siapapun
menarik simpati masyarakat terhadap kinerja KPK.
Sedikit menilik sejarah
dimana akar korupsi memang sudah ada di Indonesia ketika zaman penjajahan oleh Belanda, dimana
runtuhnya VOC salah satu penyebabnya adalah terlalu banyaknya pejabat VOC yang
korupsi. Jangan sampai korupsi memecah bangsa Indonesia!
Ironisnya mereka yang
korupsi tidak lain adalah seorang civitas akademisi yang dulunya ketika
mahasiswa juga menyuarakan antikorupsi. Namun, karena adanya godaan dan angin
kencang ketika menduduki jabatan strategis yang rentan akan korupsi mereka
tidak dapat menahan godaan untuk tidak korupsi.
Adanya pendidikan
antikorupsi yang diberikan secara khusus di setiap perguruan tinggi merupakan
satu langkah yang baik untuk menyiapkan bibit-bibit karakter yang antikorupsi.
Anis Baswedan pernah berpendapat jika sistem pendidikan belum di benahi maka
masalah korupsi tidak akan ada habisnya. Hal ini berarti dibutuhkannya
pendidikan yang mampu menumbuhkan karakter siswa untuk dapat berkontribusi
secara aktif dan cerdas untuk mencegah tindak korupsi untuk kedepannya.
Berani jujur itu hebat.
Budaya untuk selalu bersikap jujur memang awalnya sulit, tetapi dari suatu
kebiasaan yang baik itulah dapat membangun karakter yang baik pula. Untuk
memberantas korupsi bukan hanya tugas KPK saja tetapi seluruh masyarakat
Indonesia. Tentunya pemberantasan korupsi juga bergantung pada siapa yang menjadi
pemimpin yang sedang berkuasa di negeri ini, yang mampu dan berani membersihkan
korupsi sampai ke akar. Jadi akhir kata,
semua tergantung pada willingnes
pemimpin baru yang selanjutnya akan memimpin negeri ini.
Dituliskan oleh : Alfianisa Tongato (Anggota Muda HMI Komisariat FEM Cabang Bogor)