Minggu, 31 Agustus 2014

Pemimpin dan Filosofi si Lima jari

Atmosfer yang masih sama setelah hari kemerdekaan Republik Indonesia yang ke 69, dimana keceriaan dan kegembiraan kompak dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia dari tanah Aceh sampai Papua. Hari kemerdekaan merupakan hari yang amat bersejarah bagi bangsa indonesia dimana bangsa ini akhirnya bisa bebas merdeka dari penjajahan.
Merupakan kado yang teristimewa pada HUT Republik Indonesia yang ke 69 ini yaitu karena telah lahirnya sosok pemimpin baru yang akan membawa bangsa ini ke era perubahan yang lebih maju lagi. Ngomong-ngomong bicara tentang sosok pemimpin baru, memori saya teringat mengenai pemimpin dan filosofi lima jari.
Suatu malam saya teringat oleh cerita bapak saya, mengenai filosofi pemimpin sudah ada di dalam tubuh setiap  manusia yang tergambar dalam lima jari yang dimiliki manusia, yaitu Ibu jari menggambarkan bahwa pemimpin harus melayani seperti ibu, Jari Telunjuk pemimpin harus mengarahkan yang dipimpinya, Jari tengah menandakan bahwa pemimpin harus berada di tengah yang berarti tidak memihak dalam mengambil keputusan, Jari manis yang selalu dihiasi dengan perhiasan  menandakan bahwa pemimpin harus apik dalam berpenampilan, serta  Jari kelingking yang biasa digunakan untuk membersihkan bagian tubuh tertentu menandakan  bahwa pemimpin harus bersih dari tindakan yang melanggar hukum dan tata aturan yang berlaku.
Miris rasanya mendengar berita mengenai masalah korupsi di Indonesia yang telah menjadi first of crime di negeri ini  penyakit itu telah menjamur seperti penyakit kanker yang menjamur sangat cepat pertumbuhan selnya, dan harus cepat dan sedini mungkin dibrantas sampai ke akar. Sehingga, diperlukan andilnya Komisi Pemberantasan Korupsi untuk mengorek serta menangani setiap kasus korupsi di negeri ini. KPK yang merupakan badan independent bukan dibawah presiden kedudukannya, dan tidak di interfensi oleh siapapun menarik simpati masyarakat terhadap kinerja KPK.
Sedikit menilik sejarah dimana akar korupsi memang sudah ada di Indonesia ketika  zaman penjajahan oleh Belanda, dimana runtuhnya VOC salah satu penyebabnya adalah terlalu banyaknya pejabat VOC yang korupsi. Jangan sampai korupsi memecah bangsa Indonesia!
Ironisnya mereka yang korupsi tidak lain adalah seorang civitas akademisi yang dulunya ketika mahasiswa juga menyuarakan antikorupsi. Namun, karena adanya godaan dan angin kencang ketika menduduki jabatan strategis yang rentan akan korupsi mereka tidak dapat menahan godaan untuk tidak korupsi.
Adanya pendidikan antikorupsi yang diberikan secara khusus di setiap perguruan tinggi merupakan satu langkah yang baik untuk menyiapkan bibit-bibit karakter yang antikorupsi. Anis Baswedan pernah berpendapat jika sistem pendidikan belum di benahi maka masalah korupsi tidak akan ada habisnya. Hal ini berarti dibutuhkannya pendidikan yang mampu menumbuhkan karakter siswa untuk dapat berkontribusi secara aktif dan cerdas untuk mencegah tindak korupsi untuk kedepannya.
Berani jujur itu hebat. Budaya untuk selalu bersikap jujur memang awalnya sulit, tetapi dari suatu kebiasaan yang baik itulah dapat membangun karakter yang baik pula. Untuk memberantas korupsi bukan hanya tugas KPK saja tetapi seluruh masyarakat Indonesia. Tentunya pemberantasan korupsi juga bergantung pada siapa yang menjadi pemimpin yang sedang berkuasa di negeri ini, yang mampu dan berani membersihkan korupsi sampai ke akar. Jadi akhir kata,  semua tergantung pada willingnes pemimpin baru yang selanjutnya akan memimpin negeri ini. 

Dituliskan oleh : Alfianisa Tongato (Anggota Muda HMI Komisariat FEM Cabang Bogor)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar