FOREIGN
DIRECT INVESTMENT SEBAGAI MOTOR PENGGERAK PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA MENUJU AEC
2015
Politik dan ekonomi merupakan dua studi yang keterkaitan erat, studi ini
saling mempengaruhi dan dipengaruhi satu sama lain. Suatu negara akan memiliki kondisi
ekonomi yang kokoh jika memiliki kondisi politik yang stabil, terlebih lagi jika
negara tersebut menganut sistem ekonomi terbuka. Kepercayaan dan ekspektasi para
investor asing akan kondisi politik suatu negara sangat berpengaruh pada keinginan
mereka dalam menanamkan modal di negara tersebut. Investor tidak akan menanamkan
modalnya di negara yang memiliki resiko politik yang cukup besar karena akan menyebabkan
hilangnya keyakinan pada mata uang negara tersebut sehingga menyebabkan kerugian
bagi para investor asing.
Di era sekarang ini,
pergerakan modal maupun jasa semakin lancar terlebih lagi dengan semakin pesatnya
kemajuan teknologi. Banyak negara yang mulai menganut sistem liberalisasi dimana
pergerakan jasa dan modal maupun harga diserahkan kepada mekanisme pasar. Hal
ini akan memberatkan negara-negara berkembang dan miskin karena kurangnya efesiensi
modal maupun jasa di negara-negara tersebut terlebih lagi dengan teknologi yang
kurang memadai. Efisiensi modal dapat dilihat dari seberapa besar investasi
yang ada di Negara tersebut, baik investasi langsung maupun tidak langsung. Foreign Direct Investment (FDI)
merupakan investasi langsung yang berasal dari luar negeri, biasanya dalam bentuk
pembentukan suatu perusahaan asing di suatu Negara.
Kini, banyak sekali kesepakatan-kesepakatan
dan komunitas-komunitas antarnegara yang dirancang untuk kepentingan negara masing-masing.
ASEAN Economic Community (AEC)
merupakan salah satu komunitas yang menaungi negara-negara di Asia Tenggara
yang terbentuk karena kesadaran akan pesatnya perkembangan perdagangan intra
dan ekstra ASEAN sehingga tumbuh kesadaran untuk menjaga sentralisasi ASEAN
dalam petadunia yang semakin mengarah pada regionalisasi. Terdapat dua pilar
yang mengkokohkan AEC. Pertama, pilar yang berasal dari pembangunan sumberdaya manusia
dimana strateginya terfokus pada pasar tunggal dan produksi dasar juga persaingan
ekonomi antarwilayah. Kedua, pilar yang berasal dari penelitian dan pembangunan
dimana strateginya terfokus pada pembangunan ekonomi yang adil dan integrasi untuk
mencapai ekonomi global.
Indonesia
merupakan negara kepulauan yang memiliki potensi yang sangat besar bagi iklim
bisnis. Banyak investor yang tertarik untuk berinvestasi di Indonesia
karena
sumber daya alam yang melimpah dan stabilnya kondisi politik di Indonesia. Salah satunya yaitu dengan adanya Foreign Direct Investment (FDI) yang menjadi salah satu indikator pertumbuhan ekonomi di
Indonesia. Terlebih lagi jika didukung oleh kondisi politik Indonesia yang stabil dan memiliki potensi pasar yang besar bukannya tidak
mungkin Indonesia akan menjadi negara yang maju.
Tetapi
dengan semakin terbukanya pasar dunia akan membuat pergerakan FDI semakin cepat
dan tidak terkontrol sehingga jika FDI
yang
masuk ke Indonesia tidak
bisa dikelola dengan matang, bukannya tidak mungkin adanya pertumbuhan FDI yang
tersebut tidak lagi menjadi faktor utama pembangunan ekonomi Indonesia. Dalam
manajemen FDI membutuhkan sumber daya manusia yang kompeten. Sayangnya, kualitas sumber daya manusia masyarakat Indonesia dinilai
masih belum mampu menduduki kalangan eksekutif tersebut,
sehingga
menyebabkan sebagian besar
masyarakat Indonesia hanya menduduki kelas buruh. Adapun hal ini yang menjadi
sangat ironis bagi indonesia yaitu karena Indonesia baru hanya bisa sebagai pasar bisnis
internasional saja.
Pasca reformasi ini,
kondisi perekonomian dan politik di Indonesia mulai membaik dengan ditunjukannya
stabilitas resilent terhadap external shock. Hal tersebut dapat dilihat
dari sejumlah variable makroekonomi, seperti pertumbuhan ekonomi, inflasi,
cadangan devisa, dan iklim bisnis yang pergerakannya menunjukkan peningkatan. Pada
tahun 2013, terjadi ketidakstabilan politik akibat pasca pemilihan umum
(Pemilu) yang terjadi di Malaysia karena terdapat isu kecurangan jika pemerintah
membiayai pendukungnya untuk mendatangi beberepa daerah strategis saat dilaksanakannya
Pemilu. Sehingga, hal ini berimbas pada pergerakan FDI di ASEAN. Hal ini terjadi
karena ekspektasi negatif para investor terhadap proses pembentukan AEC yang
akan dilaksanakan pada akhir tahun 2015 mendatang. Ketidakstabilan politik di
salah satu negara anggota AEC akan mempengaruhi stabilitas ekonomi, politik,
serta sosial-budaya di negara-negara yang tergabungdalam AEC. Tetapi menurut
World Bank, padatahun 2009 hingga 2014, terjadi peningkatan rasio FDI terhadap
GDP, yaitu dari 0.91% menuju 2.9%. Hal ini menunjukkan jika Indonesia mampu meningkatkan
FDI disaat terjadinya krisis politik di ASEAN.
Stabilnya kondisi politik dan ekonomi di Indonesia
membuat Indonesia memiliki harapan yang cukup besar dalam menghadapi ASEAN
Economic Community (AEC) 2015. Pertama, market access. Menurut
WDI (2015) padatahun 2001 menuju 2012 terjadi peningkatan rasio market value terhadap GDP dari 14% menuju 45%. Besarnya peningkatan
market value ini mengindikasikan jika Indonesia memiliki market
access yang potensial dimata dunia. Terlebih lagi dengan adanya sumber daya
alam (SDA) yang melimpah membuat Indonesia menjadi sasaran pihak asing yang
ingin menguasai SDA Indonesia. Jika pemerintah tidak hati-hati dalam mem-filter
FDI yang ada di Indonesia, maka akan menjadi bumerang bagi Indonesia. Oleh karena
itu, sangat diperlukan pengawasan khusus pemerintah untuk mengawasi pergerakan FDI
yang masuk ke Indonesia sehingga pengelolaan FDI bisa secara efesien dan efektif
digunakan untuk meningkatkan pertumbuhan dan pembangunan ekonomi Indonesia.
Kedua, kebijakan
nasional. Untuk menghadapi AEC 2015 diperlukan kebijakan-kebijakan nasional yang
mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia. Misalnya dari segi perbaikan infrastruktur,
baik dari segi pembangkitan listrik maupun perbaikan jalan terutama di
daerah-daerah tertinggal tetapi memiliki potensi SDA/SDM yang melimpah. Dengan adanya
perbaikan infrastruktur akan membuat distribusi barang dan jasa menjadi lebih lancar
sehingga dapat meminimalisir biaya produksi. Hal tersebut akan menimbulkan minat
para investor untuk menanamkan modalnya dalam bentuk perusahaan asing sehingga masyarakat
lokal pun dapat bekerja dan pengangguran akan berkurang.
Ketiga, prosedur birokrasi. Prosedur birokrasi dengan
syarat-syarat yang cukup sulit dan panjang membuat investor ragu untuk menanamkan
sahamnya di Indonesia. Selain itu, diperlukan transparansi di dalam prosedur birokrasi
sehingga dapat tersaring investor-investor yang berkompeten untuk pembangunan
Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah harus membuat prosedur birokrasi yang
transparan dan ketat tetapi dengan syarat-syarat yang mudah dan tidak terlalu panjang
sehingga meningkatkan minat para investor untuk berinvestasi di Indonesia,
terutama dalam bentuk FDI karena para investor akan mendapatkan kemudahan dalam
berinvestasi.
Keempat, komposisi direktur dan manajemen. Di
Indonesia, posisi-posisi central di
suatu perusahaan baik asing maupun lokal diduduki oleh pekerja-pekerja dari asing
dan juga komposisi pemberian upah bagi warga negara asing dengan warga negara
Indonesia berbeda walaupun dengan jabatan yang sama. Hal ini mengindikasikan terdapat
ketidakadilan bagi masyarakat Indonesia dan membuat FDI bukan menjadi sarana untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia.Selain itu, persiapan untuk menghadapi
AEC 2015 dari segi SDM, Indonesia sangatlah kurang dari segi kualitas SDM. Rendahnya
tingkat pendidikan di Indonesia membuat para investor asing maupun local tidak percaya
dengan kinerja mereka. Sekarang ini, wajib belajar 9 tahun sudah tidak relevan jika
diterapkan mengingat semakin terbukanya suatu negara, maka tuntuan pendidikan
pun semakin tinggi. Kini diperlukan wajib belajar 12 tahun untuk dapat bersaing
dengan para tenaga kerja asing. Spesialisasi pendidikandirasa perlu agar tenaga
kerja Indonesia dapat memiliki keahlian, khusus dibidangnya masing-masing juga manajemen
yang baik. Perbaikan kualitas dan kuantitas pendidikan akan membuat Indonesia
siap menghadapi AEC 2015.
Kelima, kematangan kondisi politik. Kondisi politik suatu
negara sangat mempengaruhi pergerakan investor suatu negara. Kestabilan politik
Indonesia akan meningkatkan kepercayaan investor atas kondisi perekonomian
Indonesia sehingga menciptakan iklim investasi yang kondusif. Melalui doing
business database yang disusun oleh World
Bank (World Bank, 2015), terlihat
rangking kemudahan bisnis di Indonesia.Doing
Business mengevaluasi 10 aspek lingkungan bisnis: (i) aspek starting a business Indonesia berada di
peringkat 20 di asiapasifik, (ii) dealing
with construction permitsIndonesia berada di peringkat 23, (iii) getting electricity Indonesia berada di
peringkat16, (iv) registering property di
peringkat 17, (v) getting credit Indonesia
berada di peringkat 11, (vi) protecting
minority investors Indonesia berada di peringkat 7, (vii) paying taxes Indonesia berada di
peringkat 24, (viii) trading across
borders Indonesia berada di peringkat7, (ix) enforcing contracts Indonesia berada di peringkat 21, dan (x) resolving insolvencyIndonesia berada di
peringkat 8. Jika dilihat ranking kemudahan bisnis Indonesia di region Asia pasifik yang terbilang cukupunggul,
maka Indonesia memiliki bargaining
position yang cukup kuat dalam menghadapi AEC 2015.
Akhir
kata penulis berharap Indonesia mampu mengelola keterbukaan indonesia terhadap
FDI untuk memajukan pertumbuhan ekonomi Indonesia
yaitu
dengan cara adanya pembangunan infrastruktur, transparansi birokrasi, dan kondisisosial,
ekonomi, dan politik yang kondusif Indonesia mampu meningkatkan minat para
investor untuk berinvestasi di Indonesia. Juga didukung oleh kualitas sumber daya
manusia masyarakat Indonesia yang kompetitif dan unggul. Bukanlah suatu hal
yang tidak mungkin Indonesia akan menjadi Negara yang makmur, sejahtera, dan siap
dalam menghadapi ASEAN Economy Community.