Oleh: Remy Sosiawan Wijaya
Mahasiswa Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
IPB, Ketua Umum Himpro REESA, dan Aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Bogor
Negara-negara
ASEAN memiliki potensi yang sangat besar dan luar biasa. Selain memiliki pangsa
pasar sebesar lebih dari 600 juta orang, ASEAN memiliki potensi menjadi basis
produksi yang besar khususnya sektor agri dan manufaktur.
Banyak
penelitian yang memprediksi bahwa pertumbuhan ekonomi regional ASEAN akan
menyamai pertumbuhan ekonomi Tiongkok di tahun 2018. Hal ini bukan tidak
mungkin mengingat negara-negara anggota ASEAN memiliki sumber daya alam yang
melimpah serta sumber daya manusia yang baik. Indonesia yang memiliki
keunggulan komparatif di komoditas Crude
Palm Oil (CPO), Malaysia dengan mobil Proton-nya, dan Thailand dengan
berasnya.
Indonesia
sebagai negara ASEAN dituntut untuk memenangkan persaingan regional ASEAN.
Dengan adanya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015, merupakan tantangan awal
Indonesia untuk meningkatkan adrenalinenya dan mulai memikirkan strategi
memenangkan persaingan.
Saat
ini, Indonesia berada di posisi ke 34 dunia dalam hal Indeks Daya Saing. Akan
tetapi posisi ini masih kalah dibandingkan 3 negara ASEAN lainnya.
Penjabarannya bisa dilihat yakni Singapura di peringkat ke-2, Malaysia di
peringkat ke-20, dan Thailand di peringkat ke-31. Sehingga menjadi kekhawatiran
bersama Indonesia akan kalah bersaing di tingkat ASEAN yang di akhir tahun 2015
ini segera dimulai dengan diberlakukannya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
2015.
Untuk memenangkan kompetisi regional
ASEAN ini, Indonesia dapat melakukan beberapa hal. Pertama, siapkan mental. Mengapa harus siap mental? Dengan dimulainya
MEA 2015, tingkat kompetisi akan semakin tinggi, bukan hanya kompetisi produk
melainkan kompetisi sumber daya manusia (SDM). Siapa yang paling mampu dan
cepat melakukan adaptasi, meningkatkan efisiensi, dan bekerja dengan kualitas
tinggi, maka merekalah yang akan memenangkan kontestasi.
Kedua,
tingkatkan daya saing masyarakat. Point
ini bisa kita lakukan dengan memulai menguasai bahasa asing, misal Inggris,
Deutsch, dan Thailand. Mempelajari bahasa negara lain bukan berarti seseorang
kehilangan rasa nasionalismenya. Dengan menguasai bahasa asing, seseorang akan
memiliki nilai tambah dalam percaturan tenaga ahli di negara-negara ASEAN.
Selain itu seseorang juga harus meningkatkan skill-nya. Jumlah manusia yang
begitu besar yang dimiliki Indonesia tanpa diiringi peningkatan kualitas, maka
hanya akan menjadi beban pemerintah yang sulit dimanfaatkan memenuhi kebutuhan
sektor industri dan jasa.
Ketiga, mulai menjalin kemitraan
yang strategis. Ibarat sebuah lahan pertanian, ASEAN adalah lahan yang sangat
luas dan subur. Indonesia tidak dapat mengelolanya sendiri akan tetapi
membutuhkan bantuan dan mitra sehingga dapat menghasilkan output yang baik.
Tentu mitra yang memiliki visi yang sama serta menguntungkan Indonesia misalnya
saja kerjasama dalam hal perdagangan komoditas-komoditas strategis, jasa,
maupun manufaktur.
Secara umum Indonesia sudah menyatu
dengan ASEAN, namun yang perlu ditanamkan pada diri kita adalah bahwa
kesempatan pasar Indonesia juga ASEAN. Indonesia harus mampu mengembangkan
potensi yang dimiliki dan mampu menggali kesempatan. Selain itu, langkah menuju
MEA adalah langkah yang panjang tidak berhenti di 2015. Sehingga perlu
penyesuaian yang berkelanjutan serta mengikuti perkembangan terkini agar
Indonesia minimal mampu menjadi macan ASEAN.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar