Oleh: Remy Sosiawan
Wijaya
Mahasiswa Jurusan Ekonomi
Sumberdaya dan Lingkungan IPB, Ketua Umum Himpro REESA dan Aktivis Himpunan
Mahasiswa Islam
Harga premium turun menjadi Rp7.600 per liter dan solar
Rp7.250 per liter. Sebelumnya, harga premium Rp8.500 dan solar Rp7.500 per
liter. Harga kedua jenis BBM tersebut baru 18 November 2014 dinaikkan dari
sebelumnya premium Rp6.500 dan solar Rp5.500 per liter.
Saat ini dengan harga Rp 7600 per liter untuk premium
pemerintah mengaku sudah tidak ada lagi subsidi untuk jenis bahan bakar
tersebut. Bila menggunakan harga keekonomian dunia, seharusnya harga premium
bisa pada level Rp 6000 per liter. Artinya penurunan yang terjadi hanya sebesar
Rp 900 per liter. Padahal bisa hingga Rp 2500 per liter.
Penurunan harga BBM ini menuai banyak kritikan. Hal ini
dikarenakan Pemerintah dinilai tidak cermat dalam menentukan harga keekonomian
BBM. Sebab, saat harga minyak dunia turun pada November 2014 lalu, harga BBM
malah dinaikkan. Kebijakan menurunkan harga BBM membuat pemerintah seolah- olah
mengakui telah melakukan kekeliruan.
Pemerintah saat ini menggunakan sistem subsidi tetap atau
harga mengambang. Istilah harga mengambang yaitu harga jual BBM non-pertamax nantinya akan mendapatkan
subsidi tetap dengan angka tertentu, dan harganya akan fluktuatif mengikuti
harga minyak dunia. Harga minyak dunia saat ini jatuh dan berada pada level USD
54,12 per barel. Angka tersebut jauh dari asumsi atau anggaran di APBN 2015
yaitu sebesar USD 105 per barel.
Dengan menggunakan sistem subsidi tetap, harga
akan bersifat fluktuatif. Setiap bulan harga minyak dunia bisa naik turun.
Dampaknya yaitu akan terjadi perubahan harga yang cukup cepat terjadi pada BBM
domestik. Fluktuasi harga tersebut memiliki setidaknya dua dampak negatif.
Pertama, konsumen baik rumah tangga, perusahaan
dan para pedagang tidak dapat memprediksi dengan tepat berapa besaran biaya
produksi atau pemasaran mereka. Yang terjadi bisa saja harga di tingkat ritel
tidak stabil.
Kedua, ketika harga minyak dunia naik secara
drastis maka yang terjadi adalah harga BBM akan melejit jauh dan bisa saja
lebih tinggi dari pertamax. Tentu akan sangat mengkhawatirkan apalagi bagi para
pengusaha, nelayan dan pedagang kecil yang sangat bergantung dengan tranportasi.
Tahun
2015 sudah tiba, begitupun MEA 2015. Persaingan di tingkat perusahaan
menekankan bagaimana perusahaan dapat memproduksi barang-barang berkualitas
seefisien mungkin. Pemerintah Jokowi-JK beserta menterinya perlu memikirkan
bagaimana meningkatkan daya saing perusahaan dalam negeri dengan menciptakan
biaya-biaya input yang murah mengingat BBM sebagai input strategis yang sangat
elastis terhadap harga output.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar