Oleh: Remy Sosiawan
Wijaya
Mahasiswa Jurusan Ekonomi
Sumberdaya dan Lingkungan IPB, Ketua Umum Himpro REESA dan Aktivis Himpunan
Mahasiswa Islam
Gejala korupsi tentu ada di setiap negara dan tiap
zaman.Yang menjadi persoalan adalah seandainya gejala korupsi ini begitu
membengkak hingga dia menguasai tingkah laku, bukan saja birokrasi negara,
tetapi juga dunia usaha swasta dan bahkan masyarakat luas.
Pegawai negeri atau pun pihak swasta yang terlibat dalam
kasus korupsi mula-mula didorong oleh keperluan memenuhi kebutuhan hidupnya
yang tidak tertutup oleh gajinya.Akan tetapi, dengan bertambah korupnya seluruh
sistem, maka rasa tanggung jawabnya pada pekerjaan dan tugasnya juga
meluntur.Dan jika seseorang melakukan hal-hal yang diketahuinya melanggar hokum
dan sumpah jabatannya, maka hal ini pasti merusak jiwanya, nilai-nilainya, dan
akhirnya dia menjadi pegawai yang tidak bermoral lagi, yang melupakan
kewajibannya dan tanggung jawabnya terhadap pekerjaan dan masyarakat.
Birokrasi Pasar Gelap
Birokrasi modern banyak persamaannya dengan model penentuan harga oleh
pemerintah pada ekonomi pasar.Sebagian daftar harga ditentukan oleh pemerintah
misalnya saja komoditas strategis maupun
public services.Jumlah waktu yang dihabiskan dalam berbelanja dan
menyelesaikan suatu transaksi sebagian besar ditentukan oleh
pemerintah.Idealnya, mekanisme penentuan harga ini seharusnya bekerja bebas
dari faktor-faktor penawaran dan permintaan.
Tempat parkir di daerah kota terbatas jumlahnya, sedangkan orang yang
membutuhkannya banyak. Tetapi seharusnya jumlah uang parkir yang tertulis atau
tertera itulah satu-satunya jumlah uang yang harus dibayarkan oleh pengemudi
mobil, kalau kita hendak mewujudkan cita-cita birokrasi modern.
Tetapi seringkali sistem-sistem birokrasi gagal mencapai cita-cita
ini.Permintaan jauh melampaui penawaran, pengawasan menjadi lemah, dan hasilnya
ialah adanya suatu pasar gelap dalam pelayanan pemerintah. Apakah praktek ini
menyangkut sesuatu seperti libur gratis untuk para pejabat tinggi, atau
sesederhana menyelesaikan perkara (tilang) pada kantor polisi terdekat, praktek
pasar gelap seperti ini kita namakan korupsi administratif.
Korupsi, istilah yang dipakai kali ini menyangkut perpindahan dari model
penentuan harga yang diterapkan ke model pasar bebas.Mekanisme yang memberikan
alokasi secara terpusat dan merupakan cita-cita birokrasi modern, dapat menjadi
rusak ketika menghadapi ketidakseimbangan yang serius antara penawaran dan
permintaan.Para pelanggan mungkin memutuskan bahwa ada manfaatnya untuk
mengambil risiko sanksi yang sudah dikenal, dan membayar harga yang lebih
tinggi supaya menerima keuntungan-keuntungan yang diinginkan.Kalau ini terjadi,
maka pola birokrasi tidak tepat lagi ditentukan menurut pasar yang ditetapkan dan
telah mengambil ciri-ciri pasar bebas.
Reformasi Birokrasi
Perbaikan
dan percepatan reformasi birokrasi adalah agenda mendesak pemerintah baru hasil
Pemilu 2014. Bila tidak segera dilakukan, Indonesia dipastikan akan tetap
berada dalam jebakan negara berpendapatan menengah (middle
income trap) yang akan gagap dalam AEC 2015.
Reformasi
birokrasi telah menjadi komitmen yang kemudian dijalankan oleh semua
pemerintahan pada masa reformasi.Akan tetapi, komitmen pemerintah untuk
menjalankan reformasi birokrasi ini baru direalisasikan secara programatik pada
tahun 2004 dengan memasukkannya dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional (RPJPN) 2005-2025.Program tersebut kemudian dijabarkan dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 yang menetapkan
reformasi birokrasi sebagai poin pertama dalam skala prioritas pembangunan
nasional.
Selanjutnya Pemerintahan SBY
menerbitkan kebijakan reformasi birokrasi ini melalui Perpres No. 81 tahun 2010
tentang Grand Design Reformasi
Birokrasi 2010 – 2025 (yang selanjutnya disebut Grand Design). Pada
tahun yang sama, Kementerian PAN dan Reformasi Birokrasi mengeluarkan Roadmap Reformasi Birokrasi Indonesia
2010-2014 melalui Permenpan No. 20 tahun 2010 (yang selanjutnya disebut
Roadmap), yang merupakan peta jalan pelaksanaan reformasi birokrasi.
Grand Design Reformasi Birokrasi Indonesia
2010-2025 menyebutkan bahwa visi reformasi birokrasi Indonesia adalah
“Terwujudnya Pemerintahan Kelas Dunia”, yaitu pemerintahan yang profesional dan
berintegritas tinggi yang mampu menyelenggarakan pelayanan prima kepada
masyarakat dan manajemen pemerintahan yang demokratis agar mampu menghadapi
tantangan abad ke-21 melalui tata pemerintahan yang baik pada 2025.
Reformasi
birokrasi pada hakikatnya merupakan upaya untuk melakukan pembaharuan dan
perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan terutama
menyangkut aspek-aspek kelembagaan, ketatalaksanaan, dan sumber daya manusia
aparatur.
Reformasi
birokrasi dilaksanakan dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang
baik (good governance). Dengan kata
lain, reformasi birokrasi adalah langkah strategis untuk membangun aparatur
negara agar lebih berdaya guna dan berhasil guna dalam mengemban tugas umum
pemerintahan dan pembangunan nasional.
Selain
itu dengan sangat pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi informasi dan
komunikasi serta perubahan lingkungan strategis menuntut birokrasi pemerintahan
untuk direformasi dan disesuaikan dengan dinamika tuntutan masyarakat.Oleh
karena itu harus segera diambil langkah-langkah yang bersifat mendasar,
komprehensif, dan sistematik, sehingga tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan
dapat dicapai dengan efektif dan efisien. Reformasi di sini merupakan proses
pembaharuan yang dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan, sehingga tidak
termasuk upaya danatau tindakan yang bersifat radikal dan revolusioner.
Layanan Satu Pintu
Pemerintah selama ini lebih memfokuskan pada
penerimaan sumber penghasilan negara.Sebenarnya ‘rumah tangga’ itu bukan hanya
meningkatkan sumber penerimaan, tetapi juga mengatur pengeluaran.Dan pengeluaran
yang paling banyak berada di birokrasi.Tumpang tindih tugas pokok dan fungsi di
birokrasi, sehingga bila hal ini ‘direformasi’ dapat mengurangi belanja pegawai (aparatur) maupun belanja segala macam untuk keperluan
birokrasi.
Presiden Joko Widodo berencana menarik semua
urusan perizinan di kementerian dan lembaga ke dalam satu sistem terpadu pada
satu tempat atau one stop service di Badan Koordinasi
Penanaman Modal (BKPM).
Presiden Jokowi akhir Oktober mengatakan, sistem terpadu
tersebut dapat terealisasi pada awal tahun depan. Langkah ini diharapkan dapat
mempercepat proses perizinan investasi di Indonesia, mengingat banyaknya jalur
birokrasi yang harus dilalui oleh calon investor.
Dalam hal ini, BKPM hanya untuk perijinan usaha. Tapi proses
bisnis bukan hanya perijinan usaha, misalnya soal pajak, pertambangan, ataupun
perkebunan. Sehingga bisa dicari beberapa fokus utama dalam perijinan yang bisa
diurai mata rantainya.Kalau di Malaysia dikenal dengan sistem no wrong door policy. Artinya masyarakat tidak boleh
disalahkan.Kalau ada persoalan yang harus dimasalahkan, misalnya terjadi
penundaan perijinan, itu ada di pihak pemerintah.Sehingga bisa ditelusuri di
suatu instansi pada unit mana persoalan tersebut terjadi.
Pemberantasan korupsi tidak hanya mengandalkan sistem dan
lembaga formal, tapi perlu peran masyarakat untuk ikut mengawasi dan melakukan
kontrol jalannya pemerintahan.Kekuasaan yang ada pada kelompok dan individu,
tetap saja mempunyai peluang untuk disimpangkan.Kekuasaan tanpa ada kontrol
dari pemberi legitimasi kekuasaan, sangat mungkin untuk diselewengkan.Bahkan
peran negara dan sistem yang sudah begitu matang sekalipun.Kementerian PANRB
tengah merencanakan setiap instansi harus punya sistem pengaduan masyarakat dan
dihubungkan dalam sistem penanganan secara nasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar