Rabu, 10 Juni 2015

Reformasi Birokrasi: Percepatan Pertumbuhan Ekonomi di Depan Mata



Oleh: Remy Sosiawan Wijaya
Mahasiswa Jurusan Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan IPB, Ketua Umum Himpro REESA dan Aktivis Himpunan Mahasiswa Islam

Banyak orang berpendapat bahwa korupsi di negeri kita telah membudaya.Tidak kurang salah seorang proklamator kemerdekaan bangsa kita, almarhum Bung Hatta, telah mengatakan hal demikian beberapa puluh tahun silam.  
            Gejala korupsi tentu ada di setiap negara dan tiap zaman.Yang menjadi persoalan adalah seandainya gejala korupsi ini begitu membengkak hingga dia menguasai tingkah laku, bukan saja birokrasi negara, tetapi juga dunia usaha swasta dan bahkan masyarakat luas.
            Pegawai negeri atau pun pihak swasta yang terlibat dalam kasus korupsi mula-mula didorong oleh keperluan memenuhi kebutuhan hidupnya yang tidak tertutup oleh gajinya.Akan tetapi, dengan bertambah korupnya seluruh sistem, maka rasa tanggung jawabnya pada pekerjaan dan tugasnya juga meluntur.Dan jika seseorang melakukan hal-hal yang diketahuinya melanggar hokum dan sumpah jabatannya, maka hal ini pasti merusak jiwanya, nilai-nilainya, dan akhirnya dia menjadi pegawai yang tidak bermoral lagi, yang melupakan kewajibannya dan tanggung jawabnya terhadap pekerjaan dan masyarakat.  
Birokrasi Pasar Gelap
Birokrasi modern banyak persamaannya dengan model penentuan harga oleh pemerintah pada ekonomi pasar.Sebagian daftar harga ditentukan oleh pemerintah misalnya saja komoditas strategis maupun public services.Jumlah waktu yang dihabiskan dalam berbelanja dan menyelesaikan suatu transaksi sebagian besar ditentukan oleh pemerintah.Idealnya, mekanisme penentuan harga ini seharusnya bekerja bebas dari faktor-faktor penawaran dan permintaan.
Tempat parkir di daerah kota terbatas jumlahnya, sedangkan orang yang membutuhkannya banyak. Tetapi seharusnya jumlah uang parkir yang tertulis atau tertera itulah satu-satunya jumlah uang yang harus dibayarkan oleh pengemudi mobil, kalau kita hendak mewujudkan cita-cita birokrasi modern.
Tetapi seringkali sistem-sistem birokrasi gagal mencapai cita-cita ini.Permintaan jauh melampaui penawaran, pengawasan menjadi lemah, dan hasilnya ialah adanya suatu pasar gelap dalam pelayanan pemerintah. Apakah praktek ini menyangkut sesuatu seperti libur gratis untuk para pejabat tinggi, atau sesederhana menyelesaikan perkara (tilang) pada kantor polisi terdekat, praktek pasar gelap seperti ini kita namakan korupsi administratif.
Korupsi, istilah yang dipakai kali ini menyangkut perpindahan dari model penentuan harga yang diterapkan ke model pasar bebas.Mekanisme yang memberikan alokasi secara terpusat dan merupakan cita-cita birokrasi modern, dapat menjadi rusak ketika menghadapi ketidakseimbangan yang serius antara penawaran dan permintaan.Para pelanggan mungkin memutuskan bahwa ada manfaatnya untuk mengambil risiko sanksi yang sudah dikenal, dan membayar harga yang lebih tinggi supaya menerima keuntungan-keuntungan yang diinginkan.Kalau ini terjadi, maka pola birokrasi tidak tepat lagi ditentukan menurut pasar yang ditetapkan dan telah mengambil ciri-ciri pasar bebas.
Reformasi Birokrasi
            Perbaikan dan percepatan reformasi birokrasi adalah agenda mendesak pemerintah baru hasil Pemilu 2014. Bila tidak segera dilakukan, Indonesia dipastikan akan tetap berada dalam jebakan negara berpendapatan menengah (middle income trap) yang akan gagap dalam AEC 2015. 
            Reformasi birokrasi telah menjadi komitmen yang kemudian dijalankan oleh semua pemerintahan pada masa reformasi.Akan tetapi, komitmen pemerintah untuk menjalankan reformasi birokrasi ini baru direalisasikan secara programatik pada tahun 2004 dengan memasukkannya dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025.Program tersebut kemudian dijabarkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 yang menetapkan reformasi birokrasi sebagai poin pertama dalam skala prioritas pembangunan nasional.
Selanjutnya Pemerintahan SBY menerbitkan kebijakan reformasi birokrasi ini melalui Perpres No. 81 tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010 – 2025 (yang selanjutnya disebut Grand Design). Pada tahun yang sama, Kementerian PAN dan Reformasi Birokrasi mengeluarkan Roadmap Reformasi Birokrasi Indonesia 2010-2014 melalui Permenpan No. 20 tahun 2010 (yang selanjutnya disebut Roadmap), yang merupakan peta jalan pelaksanaan reformasi birokrasi.
Grand Design Reformasi Birokrasi Indonesia 2010-2025 menyebutkan bahwa visi reformasi birokrasi Indonesia adalah “Terwujudnya Pemerintahan Kelas Dunia”, yaitu pemerintahan yang profesional dan berintegritas tinggi yang mampu menyelenggarakan pelayanan prima kepada masyarakat dan manajemen pemerintahan yang demokratis agar mampu menghadapi tantangan abad ke-21 melalui tata pemerintahan yang baik pada 2025.
Reformasi birokrasi pada hakikatnya merupakan upaya untuk melakukan pembaharuan dan perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan terutama menyangkut aspek-aspek kelembagaan, ketatalaksanaan, dan sumber daya manusia aparatur.
Reformasi birokrasi dilaksanakan dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Dengan kata lain, reformasi birokrasi adalah langkah strategis untuk membangun aparatur negara agar lebih berdaya guna dan berhasil guna dalam mengemban tugas umum pemerintahan dan pembangunan nasional.
Selain itu dengan sangat pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi informasi dan komunikasi serta perubahan lingkungan strategis menuntut birokrasi pemerintahan untuk direformasi dan disesuaikan dengan dinamika tuntutan masyarakat.Oleh karena itu harus segera diambil langkah-langkah yang bersifat mendasar, komprehensif, dan sistematik, sehingga tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan dapat dicapai dengan efektif dan efisien. Reformasi di sini merupakan proses pembaharuan yang dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan, sehingga tidak termasuk upaya danatau tindakan yang bersifat radikal dan revolusioner.

Layanan Satu Pintu
             Pemerintah selama ini lebih memfokuskan pada penerimaan sumber penghasilan negara.Sebenarnya ‘rumah tangga’ itu bukan hanya meningkatkan sumber penerimaan, tetapi juga mengatur pengeluaran.Dan pengeluaran yang paling banyak berada di birokrasi.Tumpang tindih tugas pokok dan fungsi di birokrasi, sehingga bila hal ini ‘direformasi’ dapat mengurangi belanja pegawai (aparatur) maupun belanja segala macam untuk keperluan birokrasi.
            Presiden Joko Widodo berencana menarik semua urusan perizinan di kementerian dan lembaga ke dalam satu sistem terpadu pada satu tempat atau one stop service di Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).
Presiden Jokowi akhir Oktober mengatakan, sistem terpadu tersebut dapat terealisasi pada awal tahun depan. Langkah ini diharapkan dapat mempercepat proses perizinan investasi di Indonesia, mengingat banyaknya jalur birokrasi yang harus dilalui oleh calon investor.
 Dalam hal ini, BKPM hanya untuk perijinan usaha. Tapi proses bisnis bukan hanya perijinan usaha, misalnya soal pajak, pertambangan, ataupun perkebunan. Sehingga bisa dicari beberapa fokus utama dalam perijinan yang bisa diurai mata rantainya.Kalau di Malaysia dikenal dengan sistem no wrong door policy. Artinya masyarakat tidak boleh disalahkan.Kalau ada persoalan yang harus dimasalahkan, misalnya terjadi penundaan perijinan, itu ada di pihak pemerintah.Sehingga bisa ditelusuri di suatu instansi pada unit mana persoalan tersebut terjadi.
Pemberantasan korupsi tidak hanya mengandalkan sistem dan lembaga formal, tapi perlu peran masyarakat untuk ikut mengawasi dan melakukan kontrol jalannya pemerintahan.Kekuasaan yang ada pada kelompok dan individu, tetap saja mempunyai peluang untuk disimpangkan.Kekuasaan tanpa ada kontrol dari pemberi legitimasi kekuasaan, sangat mungkin untuk diselewengkan.Bahkan peran negara dan sistem yang sudah begitu matang sekalipun.Kementerian PANRB tengah merencanakan setiap instansi harus punya sistem pengaduan masyarakat dan dihubungkan dalam sistem penanganan secara nasional. 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar